Jumat, 23 Oktober 2009

EKNOLOGI INFORMASI UNTUK KEUNGGULAN KOMPETITIF DALAM OPERASIONAL PERUSAHAAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI

Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan dan merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan keputusan. Teknologi ini menggunakan seperangkat komputer untuk mengolah data, sistem jaringan untuk menghubungkan satu komputer dengan komputer yang lainnya sesuai dengan kebutuhan, dan teknologi telekomunikasi digunakan agar data dapat disebar dan diakses secara global.

Peran yang dapat diberikan oleh aplikasi teknologi informasi ini adalah mendapatkan informasi untuk kehidupan pribadi seperti informasi tentang kesehatan, hobi, rekreasi, dan rohani. Kemudian untuk profesi seperti sains, teknologi, perdagangan, berita bisnis, dan asosiasi profesi. Sarana kerjasama antara pribadi atau kelompok yang satu dengan pribadi atau kelompok yang lainnya tanpa mengenal batas jarak dan waktu, negara, ras, kelas ekonomi, ideologi atau faktor lainnya yang dapat menghambat bertukar pikiran.

Perkembangan Teknologi Informasi memacu suatu cara baru dalam kehidupan, dari kehidupan dimulai sampai dengan berakhir, kehidupan seperti ini dikenal dengan e-life, artinya kehidupan ini sudah dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan secara elektronik. Dan sekarang ini sedang semarak dengan berbagai huruf yang dimulai dengan awalan e, seperti e-commerce, e-government, e-education, e-library, e-journal, e-medicine, e-laboratory, e-biodiversitiy, dan yang lainnya lagi yang berbasis elektronika.

EMPAT ERA PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMPUTER:
Tidak dapat disangkal bahwa salah satu penyebab utama terjadinya era globalisasi yang datangnya lebih cepat dari dugaan semua pihak adalah karena perkembangan pesat teknologi informasi. Implementasi internet, electronic commerce, electronic data interchange, virtual office, telemedicine, intranet, dan lain sebagainya telah menerobos batas-batas fisik antar negara. Penggabungan antara teknologi komputer dengan telekomunikasi telah menghasilkan suatu revolusi di bidang sistem informasi. Data atau informasi yang pada jaman dahulu harus memakan waktu berhari-hari untuk diolah sebelum dikirimkan ke sisi lain di dunia, saat ini dapat dilakukan dalam hitungan detik.
Tidak berlebihan jika salah satu pakar IBM menganalogikannya dengan perkembangan otomotif sebagai berikut: “seandainya dunia otomotif mengalami kemajuan sepesat teknologi informasi, saat ini telah dapat diproduksi sebuah mobil berbahan bakar solar, yang dapat dipacu hingga kecepatan maximum 10,000 km/jam, dengan harga beli hanya sekitar 1 dolar Amerika !”. Secara mikro, ada hal cukup menarik untuk dipelajari, yaitu bagaimana evolusi perkembangan teknologi informasi yang ada secara signifikan mempengaruhi persaingan antara perusahaan-perusahaan di dunia, khususnya yang bergerak di bidang jasa. Secara garis besar, ada empat periode atau era perkembangan sistem informasi, yang dimulai dari pertama kali diketemukannya komputer hingga saat ini. Keempat era tersebut (Cash et.al., 1992) terjadi tidak hanya karena dipicu oleh perkembangan teknologi komputer yang sedemikian pesat, namun didukung pula oleh teori-teori baru mengenai manajemen perusahaan modern. Ahli-ahli manajemen dan organisasi seperti Peter Drucker, Michael Hammer, Porter, sangat mewarnai pandangan manajemen terhadap teknologi informasi di era modern. Oleh karena itu dapat dimengerti, bahwa masih banyak perusahaan terutama di negara berkembang (dunia ketiga), yang masih sulit mengadaptasikan teori-teori baru mengenai manajemen, organisasi, maupun teknologi informasi karena masih melekatnya faktor-faktor budaya lokal atau setempat yang mempengaruhi behavior sumber daya manusianya. Sehingga tidaklah heran jika masih sering ditemui perusahaan dengan peralatan komputer yang tercanggih, namun masih dipergunakan sebagai alat-alat administratif yang notabene merupakan era penggunaan komputer pertama di dunia pada awal tahun 1960-an.
ERA KOMPUTERISASI
Periode ini dimulai sekitar tahun 1960-an ketika mini computer dan mainframe diperkenalkan perusahaan seperti IBM ke dunia industri. Kemampuan menghitung yang sedemikian cepat menyebabkan banyak sekali perusahaan yang memanfaatkannya untuk keperluan pengolahan data (data processing). Pemakaian komputer di masa ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, karena terbukti untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu, mempergunakan komputer jauh lebih efisien (dari segi waktu dan biaya) dibandingkan dengan mempekerjakan berpuluh-puluh SDM untuk hal serupa. Pada era tersebut, belum terlihat suasana kompetisi yang sedemikian ketat. Jumlah perusahaan pun masih relatif sedikit. Kebanyakan dari perusahaan perusahaan besar secara tidak langsung “memonopoli pasar-pasar tertentu, karena belum ada pesaing yang berarti. Hampir semua perusahaan-perusahaan besar yang bergerak di bidang infrastruktur (listrik dan telekomunikasi) dan pertambangan pada saat itu membeli perangkat komputer untuk membantu kegiatan administrasinya sehari-hari. Keperluan organisasi yang paling banyak menyita waktu komputer pada saat itu adalah untuk administrasi back office, terutama yang berhubungan dengan akuntansi dan keuangan. Di pihak lain, kemampuan mainframe untuk melakukan perhitungan rumit juga dimanfaatkan perusahaan untuk membantu menyelesaikan problem-problem teknis operasional, seperti simulasi-simulasi perhitungan pada industri pertambangan dan manufaktur.
ERA TEKNOLOGI INFORMASI
Kemajuan teknologi digital yang dipadu dengan telekomunikasi telah membawa komputer memasuki masa-masa “revolusi”-nya. Di awal tahun 1970-an, teknologi PC atau Personal Computer mulai diperkenalkan sebagai alternatif pengganti mini computer. Dengan seperangkat komputer yang dapat ditaruh di meja kerja (desktop), seorang manajer atau teknisi dapat memperoleh data atau informasi yang telah diolah oleh komputer (dengan kecepatan yang hampir sama dengan kecepatan mini computer, bahkan mainframe). Kegunaan komputer di perusahaan tidak hanya untuk meningkatkan efisiensi, namun lebih jauh untuk mendukung terjadinya proses kerja yang lebih efektif. Tidak seperti halnya pada era komputerisasi dimana komputer hanya menjadi “milik pribadi” Divisi EDP (Electronic Data Processing)
perusahaan, di era kedua ini setiap individu di organisasi dapat memanfaatkan kecanggihan komputer, seperti untuk mengolah database, spreadsheet, maupun data processing (end-user computing). Pemakaian komputer di kalangan perusahaan semakin marak, terutama didukung dengan alam kompetisi yang telah berubah dari monompoli menjadi pasar bebas. Secara tidak langsung, perusahaan yang telah memanfaatkan teknologi komputer sangat efisien dan efektif dibandingkan perusahaan yang sebagian prosesnya masih dikelola secara manual. Pada era inilah komputer memasuki babak barunya, yaitu sebagai suatu fasilitas yang dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan, terutama yang bergerak di bidang pelayanan atau jasa.
Teori-teori manajemen organisasi modern secara intensif mulai diperkenalkan di awal tahun 1980-an. Salah satu teori yang paling banyak dipelajari dan diterapkan adalah mengenai manajemen perubahan (change management). Hampir di semua kerangka teori manajemen perubahan ditekankan pentingnya teknologi informasi sebagai salah satu komponen utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan yang ingin menang dalam persaingan bisnis. Tidak seperti pada kedua era sebelumnya yang lebih menekankan pada unsur teknologi, pada era manajemen perubahan ini yang lebih ditekankan adalah sistem informasi, dimana komputer dan teknologi informasi merupakan komponen dari sistem tersebut. Kunci dari keberhasilan perusahaan di era tahun 1980-an ini adalah penciptaan dan penguasaan informasi secara cepat dan akurat. Informasi di dalam perusahaan dianalogikan sebagai darah dalam peredaran darah manusia yang harus selalu mengalir dengan teratur, cepat, terus-menerus, ke tempat-tempat yang membutuhkannya (strategis). Ditekankan oleh beberapa ahli manajemen, bahwa perusahaan yang menguasai informasilah yang memiliki keunggulan kompetitif di dalam lingkungan makro “regulated free market”. Di dalam periode ini, perubahan secara filosofis dari perusahaan tradisional ke perusahaan modern terletak pada bagaimana manajemen melihat kunci kinerja perusahaan. Organisasi tradisional melihat struktur perusahaan sebagai kunci utama pengukuran kinerja, sehingga semuanya diukur secara hirarkis berdasarkan divisi-divisi atau departemen. Dalam teori organisasi modern, dimana persaingan bebas telah menyebabkan customers harus pandai-pandai memilih produk yang beragam di pasaran, proses penciptaan produk atau pelayanan (pemberian jasa) kepada pelanggan merupakan kunci utama kinerja perusahaan. Keadaan ini sering diasosiasikan dengan istilah-istilah manajemen seperti “market driven” atau “customer base company” yang pada intinya sama, yaitu kinerja perusahaan akan dinilai dari kepuasan para pelanggannya. Sangat jelas dalam format kompetisi yang baru ini, peranan komputer dan teknologi informasi, yang digabungkan dengan komponen lain seperti proses, prosedur, struktur organisasi, SDM, budaya perusahaan, manajemen, dan komponen terkait lainnya, dalam membentuk sistem informasi yang baik, merupakan salah satu kunci keberhasilan perusahaan secara strategis.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa kepuasan pelanggan terletak pada kualitas pelayanan. Pada dasarnya, seorang pelanggan dalam memilih produk atau jasa yang dibutuhkannya, akan mencari perusahaan yang menjual produk atau jasa tersebut: cheaper (lebih murah), better (lebih baik), dan faster (lebih cepat). Disinilah peranan sistem informasi sebagai komponen utama dalam memberikan keunggulan kompetitif perusahaan. Oleh karena itu, kunci dari kinerja perusahaan adalah pada proses yang terjadi baik di dalam perusahaan (back office) maupun yang langsung bersinggungan dengan pelanggan (front office). Dengan memfokuskan diri pada penciptaan proses (business process) yang efisien, efektif, dan terkontrol dengan baiklah sebuah perusahaan akan memiliki kinerja yang handal. Tidak heran bahwa di era tahun 1980-an sampai dengan awal tahun 1990-an terlihat banyak sekali perusahaan yang melakukan BPR (BusinessProcess Reengineering), re-strukturisasi, implementasi ISO-9000, implementasi TQM, instalasi dan
pemakaian sistem informasi korporat (SAP, Oracle, BAAN), dan lain sebagainya. Utilisasi teknologi informasi terlihat sangat mendominasi dalam setiap program manajemen perubahan yang dilakukan perusahaan-perusahaan
ERA GLOBALISASI INFORMASI
Belum banyak buku yang secara eksplisit memasukkan era terakhir ini ke dalam sejarah evolusi teknologi informasi. Fenomena yang terlihat adalah bahwa sejak pertengahan tahun 1980-an, perkembangan dibidang teknologi informasi (komputer dan telekomunikasi) sedemikian pesatnya, sehingga kalau digambarkan secara grafis, kemajuan yang terjadi terlihat secara eksponensial. Ketika sebuah seminar internasional mengenai internet diselenggarakan di San Fransisco pada tahun 1996, para praktisi teknologi informasi yang dahulu bekerja sama dalam penelitian untuk memperkenalkan internet ke dunia industri pun secara jujur mengaku bahwa mereka tidak pernah menduga perkembangan internet akan menjadi seperti ini. Ibaratnya mereka melihat bahwa yang ditanam adalah benih pohon ajaib, yang tiba-tiba membelah diri menjadi pohon raksasa yang tinggi menjulang. Sulit untuk ditemukan teori yang dapat menjelaskan semua fenomena yang terjadi sejak awal tahun 1990-an ini, namun fakta yang terjadi dapat disimpulkan sebagai berikut:
Tidak ada yang dapat menahan lajunya perkembangan teknologi informasi. Keberadaannya telah menghilangkan garis-garis batas antar negara dalam hal flow of information. Tidak ada negara yang mampu untuk mencegah mengalirnya informasi dari atau ke luar negara lain, karena batasan antara negara tidak dikenal dalam virtual world of computer. Penerapan teknologi seperti LAN, WAN, GlobalNet, Intranet, Internet, Ekstranet, semakin hari semakin merata dan membudaya di masyarakat. Terbukti sangat sulit untuk menentukan perangkat hukum yang sesuai dan terbukti efektif untuk menangkal segala hal yang berhubungan dengan penciptaan dan aliran informasi. Perusahaan-perusahaan pun sudah tidak terikat pada batasan fisik lagi. Melalui virtual world of computer, seseorang dapat mencari pelanggan di seluruh lapisan masyarakat dunia yang terhubung dengan jaringan internet. Sulit untuk dihitung besarnya uang atau investasi yang mengalir bebas melalui jaringan internet. Transaksi-transaksi perdagangan dapat dengan mudah dilakukan di cyberspace melalui electronic transaction dengan mempergunakan electronic money.
Tidak jarang perusahaan yang akhirnya harus mendefinisikan kembali visi dan misi bisnisnya, terutama yang bergelut di bidang pemberian jasa. Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan perangkat canggih teknologi informasi telah merubah mindset manajemen perusahaan sehingga tidak jarang terjadi perusahaan yang banting stir menggeluti bidang lain. Bagi negara dunia ketiga atau yang sedang berkembang, dilema mengenai pemanfaatan teknologi informasi amat terasa. Di suatu sisi banyak perusahaan yang belum siap karena struktur budaya atau SDM-nya, sementara di pihak lain investasi besar harus dikeluarkan untuk membeli perangkat teknologi informasi. Tidak memiliki teknologi informasi, berarti tidak dapat bersaing dengan perusahaan multi nasional lainnya, alias harus gulung tikar.
Hal terakhir yang paling memusingkan kepala manajemen adalah kenyataan bahwa lingkungan bisnis yang ada pada saat ini sedemikian seringnya berubah dan dinamis. Perubahan yang terjadi tidak hanya sebagai dampak kompetisi yang sedemikian ketat, namun karena adanya faktor-faktor external lain seperti politik (demokrasi), ekonomi (krisis), sosial budaya (reformasi), yang secara tidak langsung menghasilkan kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan baru yang harus ditaati perusahaan. Secara operasional, tentu saja fenomena ini sangat menyulitkan para praktisi teknologi informasi dalam menyusun sistemnya. Tidak jarang di tengah-tengah konstruksi sistem informasi, terjadi perubahan kebutuhan sehingga harus diadakan analisa ulang terhadap sistem yang akan dibangun. Dengan mencermati keadaan ini, jelas terlihat kebutuhan baru akan teknologi informasi yang cocok untuk perusahaan, yaitu teknologi yang mampu adaptif terhadap perubahan. Para praktisi negara maju menjawab tantangan ini dengan menghasilkan produk-produk aplikasi yang berbasis objek, seperti OOP (Object Oriented Programming), OODBMS (Object Oriented Database Management System), Object Technology, Distributed Object, dan lain sebagainya.
PERUBAHAN POLA PIKIR SEBAGAI SYARAT
Dari keempat era di atas, terlihat bagaimana alam kompetisi dan kemajuan teknologi informasi sejak dipergunakannya komputer dalam industri hingga saat ini terkait erat satu dan lainnya. Memasuki abad informasi berarti memasuki dunia dengan teknologi baru, teknologi informasi. Mempergunakan teknologi informasi seoptimum mungkin berarti harus merubah mindset. Merubah mindset merupakan hal yang teramat sulit untuk dilakukan, karena pada dasarnya “people do not like to change”. Kalau pada saat ini dunia maju dan negara-negara tetangga Indonesia sudah memiliki komitmen khusus untuk mengambil bagian dalam penciptaan komponen-komponen sistem informasi, bagaimana dengan Indonesia? Masih ingin menjadi negara konsumen? Atau sudah mampu menjadi negara produsen? Paling tidak, hal yang harus ada terlebih dahulu di setiap manusia Indonesia adalah kemauan untuk berubah. Tanpa “willingness to change”, sangat mustahillah bangsa Indonesia dapat memanfaatkan teknologi informasi untuk membangun kembali bangsa yang hancur ditelan krisis saat ini.
Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam pengembangan dan implementasi TI(Teknologi Informasi) di perusahaan
Sejak pertengahan tahun 1990-an kita menyaksikan munculnya internet yang disebut media sebagai lahirnya ekonomi baru (new economy). Lahirnya new economy itu telah mengubah secara mendasar manajemen dari sebuah perusahaan besar yang ada didunia terutama dalam memberikan value kepada pelanggan. Terutama pada Teknologi Informasi yang menggerakkan nilai ekonomi secara cepat, informasi berjalan begitu hebat dengan produk-produk yang bahkan bisa dipajangkan secara didigitalkan.
Kertas-kertas brosur yang masih laris di negara kita kini, di negara-negara maju telah berganti dengan iklan-iklan elektronik yang biasanya dikirimkan secara serempak kepada ribuan bahkan jutaan pasar potensial mereka lewat internet. Walaupun tindakan ini sekarang tengah mengalami polemik dan dianggab menganggu privasi orang dan dikategorikan sebagai gangguan atau spammer, namun target utama yang ingin dicapai oleh produsen yaitu informasi produk kepada konsumen telah tercapai dengan sukses.
Saat ini, penggunaan Teknologi Informasi di perusahaan semakin meningkat tidak hanya untuk proses operasional sehari-hari, tetapi sudah pada proses membantu pengambilan keputusan. Bahkan, pada beberapa sektor industri, ketergantungan terhadap Teknologi Informasi sudah sangat besar seperti pada sektor perbankan dan keuangan. Namun demikian, perusahaan juga tidak bisa secara gegabah mengeluarkan investasi untuk implementasi Teknologi Informasi, karena tentu saja harus memperhitungkan cost dan benefit yang dihasilkannya. Oleh karena itu, perusahaan membutuhkan semacam blue print yang sering disebut sebagai IT Master Plan sebagai dasar perusahaan dalam melakukan implementasi Teknologi Informasi. IT Master Plan pada intinya berisi rencana strategis perusahaan dalam mengimplementasikan dan membangun sistem informasi di Perusahaan. Di dalamnya berisi pedoman kebutuhan sistem informasi seperti apa yang diperlukan perusahaan. Maka ditinjau dari aspek keuangan, langkah awal yaitu sdimulai dengan melakukan kajian biaya dan manfaat atau yang lebih dikenal sebagai “cost and benefit analysis”.
Pada masa-masa awal perkembangan komputer di dunia bisnis, memang sejumlah praktisi manajemen merasa “cukup puas” dengan penggunaan instrumen analisa keuangan seperti ROI (Return On Investment) dalam memperbandingkan biaya dan manfaat. Hal ini disebabkan karena pada saat itu, “value” atau manfaat yang diberikan oleh komputer bagi dunia bisnis masih terbatas pada peningkatan efisiensi proses kerja atau penggunaan sumber daya. Karena formula matematis perhitungan efisiensi tersebut cukup mudah – dengan memperbandingkan output dan input dari sebuah proses tertentu – maka dapat dilakukan komparasi antara kinerja perusahaan sebelum dan sesudah aplikasi diterapkan. Selisih tingkat efisiensi itulah yang kemudian dianggap sebagai manfaat yang diperoleh perusahaan karena perbedaannya dapat dengan mudah dikonversikan ke dalam satuan finansial seperti mata uang rupiah atau dolar. Maka ROI dapat dengan mudah dihitung dengan cara membandingkan hasil perhitungan tersebut dengan total biaya investasi pengembangan aplikasi yang dikeluarkan.
Dalam perkembangannya, ternyata teknologi informasi tidak sekedar memberikan manfaat efisiensi semata, namun lebih jauh lagi menawarkan beragam jenis “value” yang lain, seperti: peningkatan efektivitas, perbaikan kontrol internal, penciptaan keunggulan kompetitif, pembentukan citra atau “image” usaha, pemutakhiran proses kerja, percepatan pengambilan keputusan, penghapusan kesalahan operasional, dan lain sebagainya. Ketika aplikasi telah menyentuh manfaat yang “intangible” dan “unquantifiable” inilah maka model analisis keuangan konvensional dirasa tidak memadai lagi. Oleh karena itulah ditemukan dan diperkenalkan sejumlah pendekatan atau model lain ke dalam dunia usaha untuk mengukur keberhasilan sekaligus manfaat dari penerapan sebuah aplikasi teknologi informasi, seperti: Strategic Analysis and Evaluation, Value Chain Assessment, Relative Competitive Performance, Proportion of Management Vision Achieved, Return On Management, Information Economics, Multi-Objective Multi-Criteria Method, dan lain sebagainya.
Bagaimana mungkin laporan-laporan perusahaan seperti keuangan dapat memberikan arahan keputusan yang tepat apabila laporan yang disajikan masih berada dalam bentuk angka-angka baku dan tidak up to date. Karena berbagai fungsi dan proses bisnis membutuhkan data/informasi, maka bagaimana informasi tersebut diciptakan dan didistribusikan merupakan hal yang krusial untuk dikelola perusahaan. Dilain pihak, perusahaan-perusahaan dinegara-negara maju bahkan beberapa BUMN di Republik ini telah menjalankan budaya paperless dan pengolahan data elektronik (PDE) secara baik.
Yang diperlukan sebuah perusahaan diera new economy saat ini adalah satu solusi pengolahan data yang terkoneksi satu dengan lainnya, atau dikenal sebagai Aplication Databased Driven Technology. Dengan terintegrasinya data-data perusahaan antar unit yang satu dengan unit yang lainya, maka data aktual dalam bentuk efile yang dibutuhkan secara cepat dapat dianalisa untuk kepentingan perusahaan.
Untuk sebuah bisnis ritel misalnya, diperlukan Flow of Information untuk memenuhi kebutuhan data mulai dari ketersediaan barang di setiap toko. Karena setiap barang material yang dibutuhkan oleh satu gerai dengan gerai lainnya tidaklah sama. Kebutuhan barang setiap toko ditentukan oleh lokasi toko tersebut. Misalnya toko anda yang berada di cabang toko 1 berbeda dengan toko yang berada di cabang 2, karena target pasar dari kedua toko yang berada di dua mal tersebut berbeda.
Maka dengan solusi bisnis yang terintegrasi ini diharapkan tak akan pernah terjadi kekurangan stok barang di dua toko tersebut. Sistem akan mengolah data sehingga kebutuhan barang disatu toko terus terpantau yang artinya perusahaan dapat secara mudah perusahaan mengatur stok barang ke toko. Jika sistem ini berjalan lancar, maka tak lagi diperlukan pengecekan berkali-kali dan gudang dalam jumlah banyak.
Sebagai enabler, TI memang kian dibutuhkan perusahaan. Tak heran jika semakin banyak perusahaan yang rela merogoh koceknya lebih dalam lagi untuk melengkapi operasional perusahaannya dengan dukungan TI. Tapi, dalam setiap investasi TI, sebuah pertanyaan sederhana hampir selalu muncul. Berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapat manfaat yang dijanjikan oleh implementasi TI itu?
Banyak cara yang digunakan untuk menghitung besarnya investasi TI. Yang paling sering dan paling mudah dilakukan adalah mengkalkulasi harga pembelian hardware hingga biaya perijinan penggunaannya. Harga proyek-proyek IT biasanya termasuk biaya konvegersi ke hardware atau software baru.
Namun, cara yang sangat sederhana itu ternyata sangat tidak relevan dengan realita yang dihadapi. Pasalnya, setelah seluruh proses pembelian dilakukan, perusahaan masih harus mengeluarkan biaya-biaya tambahan, baik saat implementasi dilakukan maupun setelah proyeknya berjalan. Belum lagi biaya yang harus dikeluarkan kala terjadi masalah saat atau sesudah implementasi.
Akhirnya, karena begitu banyaknya biaya (lanjutan) yang harus dikeluarkan, perusahaan pun merasa bosan dan enggan untuk melanjutkan investasinya. Walhasil, investasi TI telah memakan banyak biaya itu tidak memberikan manfaat sesuai dengan yang dijanjikan atau malah menjadi sia-sia.
Beberapa pakar mengajukan sejumlah metode yang harus diperhatikan dalam pengembangan dan implementasi TI. Yang tradisional antara lain return on investment, net present value, dan internal rate of return. Pendekatan ini dikatakan tradisional karena menganggap investasi TI hanya sebatas investasi infrastruktur. Dan bagi sebagian kalangan dianggap kurang pas karena mengabaikan berapa nilai dari informasi (information value) yang diperoleh perusahaan, yang sifatnya intangible dan tidak dapat diukur dengan metode-metode di atas.
Pendekatan lain adalah Total Cost of Ownership (TCO). TCO adalah salah satu cara perhitungan yang didisain untuk membantu baik konsumen maupun manajer perusahan dalam meng-evaluasi biaya langsung dan tidak langsung, termasuk keuntungan yang terkait dengan pengadaan software atau hardware.
Sejatinya TCO menghasilkan sebuah statement final yang merefleksikan tidak hanya nilai beli saja, tapi mencakup semua aspek penggunaan dan pemeliharaan komponen pengadaan komputer. Dalam kaitan itu termasuk pelatihan untuk teknisi dan pengguna sistem tersebut. Karena itu TCO acapkali dikaitkan dan disebut sebagai Total Cost of Operation.
Analisa TCO dibuat untuk pertama kalinya oleh Gartner Group pada tahun 1987, kemudian dikembangkan menjadi sejumlah metodologi dan software tools yang beragam. Pengadaan sebuah sistem komputer dapat diartikan kecuali pembelian produk diperhitungkan termasuk: repairs, maintenance, upgrades, service and support, networking, security, user training, and software licensing. “Sayangnya banyak eksekutif TI di Indonesia yang tidak mempertimbangkan itu. Mereka sudah terpesona oleh janji-janji yang diberikan oleh vendor, ungkap seorang konsultan TI yang enggan disebut namanya.
Sebenarnya support merupakan elemen yang sangat penting dalam sebuah proses implementasi TI. Jadi, harga sebuah investasi TI tidak bisa dilihat dari mahal murahnya software atau hardware yang dibeli perusahaan. Boleh jadi hardware yang harganya lebih murah akan memakan biaya yang lebih besar dikemudian harinya.
Selain itu, TCO juga menyediakan analisa keuangan yang rinci dan dapat mengetahui pengeluaran selama 3 tahun dalam berbagai skenario IT dan mengukur metrik investasi yang utama, termasuk discounted return of investment, ketika mengupgrade dari satu versi ke versi berikutnya.
Namun, mengihitung TCO bukanlah sebuah pekerjaan mudah. Perencanaan strategi tentang apa value yang ingin dicapai dalam proses value creation dari investasi TI. Setidaknya ada empat value yang bisa dipertimbangkan buat penentuan strategi bisnis berikut outcomes yang ingin diraih. Pertama, economic value. Implementasi TI diharapkan menyumbang pada profitabilitas perusahaan dengan cara menekan biaya, mendongkrak kinerja finansial dan tingkat layanan.
Kedua, architectural value. Aplikasi peranti TI diharapkan mengatrol kapabilitas perusahaan dalam kerangka memenuhi kebutuhan pelanggan di masa kini dan mendatang. Ketiga, operational value. Sementara architectural value cenderung membicarakan aspek kapabilitas infrastruktur TI, operational value lebih banyak menyoal aspek delivery. Tepatnya, kemampuan memenuhi persyaratan proses bisnis mutakhir dalam operasional perusahaan sehari-hari. Keempat, regulatory and compliance value artinya, penerapan TI demi memenuhi regulasi yang berlaku.
Karenanya menjadi sangat penting untuk memilih vendor yang tepat sebelum memutuskan untuk menerapkan aplikasi tertentu diperusahaan agar tidak terjebak pada biaya-biaya tambahan yang tidak terdeteksi sebelumnya.
TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK KEUNGGULAN KOMPETITIF PERUSAHAAN DALAM LINGKUNGANNYA
Perusahaan adalah suatu sistem fisik yang dikelola dengan menggunakan sistem konseptual.
Sistem fisik : manusia, material, mesin dan uangSistem konseptual : informasiSistem fisik perusahaan adalah sistem lingkaran tertutup dalam arti dikendalikan oleh manajemen, menggunakan informasi umpan balik untuk meyakinkan bahwa tujuan-tujuannya tercapai. Perusahaan juga merupakan suatu sistem terbuka, dalam arti berhubungan dengan lingkunganya. Sebuah perusahaan mengambil sumber daya dari lingkungannya, mengubah sumber daya tersebut menjadi barang dan jasa, dan mengembalikan sumber daya yang telah diubah kepada lingkungannya.Lingkungan adalah alasan utama keberadaan perusahaan.
Delapan elemen lingkungan :
1. Pemasok : menyediakan material, jasa dan informasi yang digunakan perusahaan untuk memproduksi barang dan jasa
2. Pelanggan : pemakai produk dan calon pemakai
3. Serikat buruh : organisasi bagi tenaga kerja terampil maupun tidak
4. Masyarakat keuangan : lembaga-lembaga yang mempengaruhi sumber daya uang yang tersedia bagi perusahaan
5. Pemegang saham/pemilik
6. Pesaing : organisasi pesaing yang berada di pasaran
7. Pemerintah
8. Masyarakat global : wilayah geografis dimana perusahaan itu berdiri.
B. KEUNGGULAN KOMPETITIF
Keunggulan kompetitif yang mengacu pada penggunaan komputer artinya perusahaan tidak hanya mengandalkan sumber daya fisik namun mengandalkan sumber daya konseptual yaitu informasi untuk mencapai leverage di pasaran untuk memcapai tujuan strategis perusahaan.
Rantai nilai PORTER
Pusat teori dari Porter adalah konsep tentang marjin
MARJIN : nilai lebih dari produk/jasa dibandingkan biayanya.
Perusahaan menciptakan nilai dengan melaksanakan aktivitas nilai.Aktivitas nilai dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
Aktivitas nilai utama (primary value activities) : aktivitas yang berhubungan dengan produksi dan penawaran (berhubungan langsung dengan pelanggan)
Aktivitas nilai pendukung (support value activities) : menyediakan input dan infastruktur untuk mendukung aktivitas utama berlangsung.
Contoh : divisi akuntansi, divisi personalia
Aktivitas nilai utama dan pendukung diintegrasikan oleh beberapa kaitan untuk membentuk rantai nilai.
Memperluas cakupan rantai nilai
Untuk lebih meningkatkan keunggulan kompetitif dapat dicapai dengan mengaitkan rantai nilai perusahaan dengan rantai nilai organisasi lain. Hal ini disebut sebagai Sistem antar organisasi (interorganizational system – IOS) atau sistem informasi antar organisasi (interorganizational information system – IIS).
Perusahaan perusahaan yang berpartisipasi bekerja sama sebagai suatu unit tunggal yang terkoordinasi, menciptakan sinergi yang tidak dapat dicapai dengan bekerja sendiri. SINERGI ini disebut sistem nilai.
C. SUMBER DAYA INFORMASI
Sumber daya informasi terdiri dari :
Perangkat keras komputer
Perangkat lunak komputer
Spesialis informasi :
• Analis sistem
• Pengelola database
• Spesialis jaringan
• Programer
• Operator
Pemakai
Fasilitas
Database
Informasi

Chief Information Officer : yang mengelola sumber daya informasi yaitu manajer jasa informasi yang menyumbangkan keahlian manajerialnya tidak hanya untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan sumber daya informasi tetapi juga berbagai area lain dari operasi perusahaan.
D. PERENCANAAN STRATEGIS UNTUK SUMBER DAYA INFORMASI
Tiap perusahaan akan mengembangkan suatu rencana strategis sumber daya informasi yang memenuhi kebutuhannya sendiri. Namun kita dapat mengindetifikasikan sejumlah topik utama yang harus tercakup, yaitu ;
1. Tujuan-tujuan yang akan dicapai oleh tiap subsistem CBIS selama periode yang tercakup dalam jangka waktu perencanaan.
2. Sumber daya informasi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tsb.

E. END-USER COMPUTING SBG MASALAH STRATEGIS.
Tingkat- tingkat kemampuan pemakai akhir dapat digolongkan sbb :
Pemakai akhir tingkat menu (Menu level end user)
Pada tingkat ini pemakai hanya mampu berkomunikasi dengan perangkat lunak jadi dengan menggunakan menu-menu yang ditampilkan oleg perangkat lunak berbasis Window dan mac.
Pemakai akhir tingkat perintah (command level end user)
Pada tingkat ini pemakai mampu menggunakan perangkat lunak jadi yang lebih sekedar memilih menu (dapat menggunakan bahasa perintah dari perangkat lunak untuk melaksanakan operasi aritmatika dan logika pada data)
Pemakai akhir (End user programmers)
Pada tingkat ini pemakai mampu menggunakan bahasa-bahasa pemograman.
Manfaat end user computing :
Menyeimbangkan kemampuan dan tantangan.
Mengurangi kesenjangan komunikasi.
Resiko End user computing :
Sistem yang buruk sasarannya
Sistem yang buruk rancangan dan dokumentasinya.
Penggunaan sumber informasi yang tidak efisien.
Hilangnya integritas data.
Hilangnya keamanan
Hilangnya pengendalian.

F. KONSEP MANAJEMEN SUMBER DAYA INFORMASI
Manajemen sumber daya informasi (Information resources management-IRM) adalah aktivitas yang dijalankan oleh manajer pada semua tingkatan dalam perusahaan dengan tujuan mengidentifikasi, memperoleh dan mengelola sumber daya informasi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pemakai.
Elemen-elemen IRM yang diperlukan :
1. Kesadaran bahwa keunggulan kompetitif dapat dicapai melalui sumber daya informasi yang unggul.
2. Kesadaran bahwa jasa informasi adalah suatu area fungsional utama.
3. Kesadaran bahwa CIO adalah eksekutif puncak.
4. Perhatian pada sumber daya informasi perusahaan saat membuat perencanaan strategis.
5. Rencana strategis formal untuk sumber daya informasi.
6. Strategi untuk mendorong dan mengelola end user computing.
G. PERDAGANGAN MELALUI JARINGAN ELEKTRONIK
Perdagangan melalui jaringan elektronik : penggunaan komputer untuk memudahkan semua operasi perusahaan.
Manfaat perdagangan melalui jaringan elektronik :
Pelayanan pelanggan yang lebih baik.
Hubungan dengan pemasok dan masyarakat keuangan yang lebih baik.
Pengembalian atas investasi pemegang saham dan pemilik yang meningkat.
Kendala :
Biaya tinggi
Masalah keamanan
Perangkat lunak yang belum mapan atau belum tersedia.
H. STRATEGI PERDAGANGAN MELALUI JARINGAN ELEKTRONIKStrategi perdagangan melalui jaringan elektronik dapat dilakukan dengan :a. Sistem antar organisasai (IOS) adalah suatu kombinasi perusahaan-peusahaan yang terkait sehingga mereka berfungsi sebagai sistem tunggal.
Perusahaan-perusahaan yang membentuk IOS disebut mitra dagang atau mitra bisnis.
Manfaat IOS :
Efisiensi komparatif : internal dan antar organisasi
Kekuatan tawar menawawar : kekuatan suatu perusahaan untuk menyelesaikan perselisihan dng pemasok dan pelanggannya yang menguntungkan dirinya.
Kekuatan ini berasal dari 3 hal :
 Keistimewaan produk yang unik
 Penurunan biaya yang berhubungan dengan pencarian
 Peningkatan biaya peralihan.
b. Pertukaran data elektronik (Electronik data interchange – EDI) adalah transmisi data dalam bentuk yang terstruktur dan dapat dibaca mesin secara langsung dari komputer ke komputer di antara beberapa perusahaan.
Hubungan EDI yang umum membentuk kaitan antara perusahaan dan pemasoknya serta pelanggan.
Dalam EDI memungkinkan terjadinya transfer dana secara eleltronik (electronik funds transfer) sehingga memudahkan dalam proses transaksi.
Tingkat penerapan EDI.
Tiga tingkat penggunaan EDI :
 Pemakai tingkat satu : hanya satu atau dua set transaksi yang ditransmisikan ke sejumlah mitra dagang yang terbatas.
 Pemakai tingkat dua : banyak set transaksi yang ditransmisikan ke sejumlah mitra dagang.
 Pemakai tingkat tiga : aplikasi komputer disesuaikan dengan standart EDI.Tujuan tingkat satu dan dua adalah mengubah dokument kertas menjadi dokumen elektronik. Tingkat penggunaan ini digambarkan sebagai pendekatan pintu ke pintu, karena hanya mempengaruhi komunikasi data dan bukan aplikasi.
Manfaat EDI :
 Mengurangi kesalahan
 Mengurangi biaya
 Meningkatkan efisiensi opersional
 Meningkatkan kemampuan bersaing
 Meningkatkan hubungan dengan mitra dagang
 Meningkatkan pelayanan pelanggan.
Teknologi perdagangan melalui Jaringan elektronik.Ada tiga pilihan utama, yaitu :
Sambungan langsung
Jaringan bernilai tambah (Value Added Network – VAN)
Internet
RINGKASAN
1. Lingkungan perusahaan terdiri dari delapan elemen. Elemen-elemen tersebut menggambarkan organisasi atau perorangan, serta mencakup para pemasok, pelanggan, serikat buruh, masyarkat keuangan, pemegang saham atau pemilik, pesaing, pemerintah dan masyarakat global. Elemen-elemen ini membentuk supersistem yang lebih besar yang disebut masyarakat. Sumber daya mengalir antara perusahaan dan elemen lingkungan.
2. Suatu perusahaan dapat mencapai keunggulan kompetitif dengan memproduksi suatu marjin yang lebih besar dari daripada pesaingnya. Marjin tersebut adalah nilai lebih produk atau jasa dibandingkan biayanya.
3. Sumber daya informasi terdiri dari : perangkat keras dan lunak komputer, spesialis informasi (analis sistem, pengelola database, spesialis jaringan, programer, operator), pemakai, fsailitas, data base dan informasi.
4. Ada tiga tingkat kemampuan akhir komputer, yaitu :• Pemakai akhir tingkat menu (menu level end user)
• Pemakai akhir tingkat perintah (command level end user)
• Pemakai akhir (end use programmers)
5. Manajemen sumber daya informasi (informa\tion resources management – IRM) adalah aktifitas yang dijalankan oleh manajer pada semua tingkatan dalam perusahaan dengan tujuan mengidentifikasi, memperoleh dan mengeloila sumber daya informasi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pemakai.
6. Manfaat perdagangan elektronik :
• Pelayanan yang lebih baik
• Hubungan dengan pemasok dan masyarakat keuangan yang lebih baik
• Pengembalian atas investasi pemegang saham dan pemilik yang meningkat.
7. Kendala perdagangan elektronik :
• Biaya tinggi
• Masalah keamanan
• Perangkat lunak yang belum tersedia.

Sumber: http://mrzie3r.wordpress.com/2007/03/24/perkembangan-teknologi-informasi/

Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan dan merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan keputusan. Teknologi ini menggunakan seperangkat komputer untuk mengolah data, sistem jaringan untuk menghubungkan satu komputer dengan komputer yang lainnya sesuai dengan kebutuhan, dan teknologi telekomunikasi digunakan agar data dapat disebar dan diakses secara global.

Peran yang dapat diberikan oleh aplikasi teknologi informasi ini adalah mendapatkan informasi untuk kehidupan pribadi seperti informasi tentang kesehatan, hobi, rekreasi, dan rohani. Kemudian untuk profesi seperti sains, teknologi, perdagangan, berita bisnis, dan asosiasi profesi. Sarana kerjasama antara pribadi atau kelompok yang satu dengan pribadi atau kelompok yang lainnya tanpa mengenal batas jarak dan waktu, negara, ras, kelas ekonomi, ideologi atau faktor lainnya yang dapat menghambat bertukar pikiran.

Perkembangan Teknologi Informasi memacu suatu cara baru dalam kehidupan, dari kehidupan dimulai sampai dengan berakhir, kehidupan seperti ini dikenal dengan e-life, artinya kehidupan ini sudah dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan secara elektronik. Dan sekarang ini sedang semarak dengan berbagai huruf yang dimulai dengan awalan e, seperti e-commerce, e-government, e-education, e-library, e-journal, e-medicine, e-laboratory, e-biodiversitiy, dan yang lainnya lagi yang berbasis elektronika.

Evolusi Ekonomi Global

Sampai dua ratus tahun yang lalu ekonomi dunia bersifat agraris dimana salah satu ciri utamanya adalah tanah merupakan faktor produksi yang paling dominan. Sesudah terjadi revolusi industri, dengan ditemukannya mesin uap, ekonomi global ber-evolusi ke arah ekonomi industri dengan ciri utamanya adalah modal sebagai faktor produksi yang paling penting. Menjelang peralihan abad sekarang inl, cenderung manusia menduduki tempat sentral dalam proses produksi, karena tahap ekonomi yang sedang kita masuki ini berdasar pada pengetahuan (knowledge based) dan berfokus pada informasi (information focused). Dalam hal ini telekomunikasi dan informatika memegang peranan sebagai teknologi kunci (enabler technology).

Kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi begitu pesat, sehingga memungkinkan diterapkannya cara-cara baru yang lebih efisien untuk produksi, distribusi dan konsumsi barang dan jasa. Proses inilah yang membawa manusia ke dalam Masyarakat atau Ekonomi Informasi. Masyarakat baru ini juga sering disebut sebagai masyarakat pasca industri.

Apapun namanya, dalam era informasi, jarak fisik atau jarak geografis tidak lagi menjadi faktor dalam hubungan antar manusia atau antar lembaga usaha, sehingga jagad ini menjadi suatu dusun semesta atau “Global village”. Sehingga sering kita dengar istilah “jarak sudah mati” atau “distance is dead” makin lama makin nyata kebenarannya.

Peran Teknologi Informasi

Dalam kehidupan kita dimasa mendatang, sektor teknologi informasi dan telekomunikasi merupakan sektor yang paling dominan. Siapa saja yang menguasai teknologi ini, maka dia akan menjadi pemimpin dalam dunianya. Teknologi informasi banyak berperan dalam bidang-bidang antara lain :

Bidang pendidikan(e-education)

Globalisasi telah memicu kecenderungan pergeseran dalam dunia pendidikan dari pendidikan tatap muka yang konvensional ke arah pendidikan yang lebih terbuka (Mukhopadhyay M., 1995). Sebagai contoh kita melihat di Perancis proyek “Flexible Learning”. Hal ini mengingatkan pada ramalan Ivan Illich awal tahun 70-an tentang “Pendidikan tanpa sekolah (Deschooling Socieiy)” yang secara ekstrimnya guru tidak lagi diperlukan.

Bishop G. (1989) meramalkan bahwa pendidikan masa mendatang akan bersifat luwes (flexible), terbuka, dan dapat diakses oleh siapapun juga yang memerlukan tanpa pandang faktor jenis, usia, maupun pengalaman pendidikan sebelumnya.

Mason R. (1994) berpendapat bahwa pendidikan mendatang akan lebih ditentukan oleh jaringan informasi yang memungkinkan berinteraksi dan kolaborasi, bukannya gedung sekolah. Namun, teknologi tetap akan memperlebar jurang antara di kaya dan si miskin.

Tony Bates (1995) menyatakan bahwa teknologi dapat meningkatkan kualitas dan jangkauan bila digunakan secara bijak untuk pendidikan dan latihan, dan mempunyai arti yang sangat penting bagi kesejahteraan ekonomi.

Alisjahbana I. (1966) mengemukakan bahwa pendekatan pendidikan dan pelatihan nantinya akan bersifat “Saat itu juga (Just on Time)”. Teknik pengajaran baru akan bersifat dua arah, kolaboratif, dan inter-disipliner.

Romiszowski & Mason (1996) memprediksi penggunaan “Computer-based Multimedia Communication (CMC) yang bersifat sinkron dan asinkron.

Dari ramalan dan pandangan para cendikiawan di atas dapat disimpulkan bahwa dengan masuknya pengaruh globalisasi, pendidikan masa mendatang akan lebih bersifat terbuka dan dua arah, beragam, multidisipliner, serta terkait pada produktivitas kerja “saat itu juga dan kompetitif.

Kecenderungan dunia pendidikan di Indonesia di masa mendatang adalah:

Berkembangnya pendidikan terbuka dengan modus belajar jarak jauh (Distance Learning). Kemudahan untuk menyelenggarakan pendidikan terbuka dan jarak jauh perlu dimasukan sebagai strategi utama.

Sharing resource bersama antar lembaga pendidikan / latihan dalam sebuah jaringan.

Perpustakaan & instrumen pendidikan lainnya (guru, laboratorium) berubah fungsi menjadi sumber informasi daripada sekedar rak buku.

Penggunaan perangkat teknologi informasi interaktif, seperti CD-ROM Multimedia, dalam pendidikan secara bertahap menggantikan TV dan Video.

Dengan adanya perkembangan teknologi informasi dalam bidang pendidikan, maka pada saat ini sudah dimungkinkan untuk diadakan belajar jarak jauh dengan menggunakan media internet untuk menghubungkan antara mahasiswa dengan dosennya, melihat nilai mahasiswa secara online, mengecek keuangan, melihat jadwal kuliah, mengirimkan berkas tugas yang diberikan dosen dan sebagainya, semuanya itu sudah dapat dilakukan. Faktor utama dalam distance learning yang selama ini dianggap masalah adalah tidak adanya interaksi antara dosen dan mahasiswanya. Namun demikian, dengan media internet sangat dimungkinkan untuk melakukan interaksi antara dosen dan siswa baik dalam bentuk real time (waktu nyata) atau tidak. Dalam bentuk real time dapat dilakukan misalnya dalam suatu chatroom, interaksi langsung dengan real audio atau real video, dan online meeting. Yang tidak real time bisa dilakukan dengan mailing list, discussion group, newsgroup, dan buletin board. Dengan cara di atas interaksi dosen dan mahasiswa di kelas mungkin akan tergantikan walaupun tidak 100%. Bentuk-bentuk materi, ujian, kuis dan cara pendidikan lainnya dapat juga diimplementasikan ke dalam web, seperti materi dosen dibuat dalam bentuk presentasi di web dan dapat di download oleh siswa. Demikian pula dengan ujian dan kuis yang dibuat oleh dosen dapat pula dilakukan dengan cara yang sama. Penyelesaian administrasi juga dapat diselesaikan langsung dalam satu proses registrasi saja, apalagi di dukung dengan metode pembayaran online.

Suatu pendidikan jarak jauh berbasis web antara lain harus memiliki unsur sebagai berikut:

Pusat kegiatan siswa; sebagai suatu community web based distance learning harus mampu menjadikan sarana ini sebagai tempat kegiatan mahasiswa, dimana mahasiswa dapat menambah kemampuan, membaca materi kuliah, mencari informasi dan sebagainya.

Interaksi dalam grup; Para mahasiswa dapat berinteraksi satu sama lain untuk mendiskusikan materi-materi yang diberikan dosen. Dosen dapat hadir dalam group ini untuk memberikan sedikit ulasan tentang materi yang diberikannya.

Sistem administrasi mahasiswa; dimana para mahasiswa dapat melihat informasi mengenai status mahasiswa, prestasi mahasiswa dan sebagainya.

Pendalaman materi dan ujian; Biasanya dosen sering mengadakan quis singkat dan tugas yang bertujuan untuk pendalaman dari apa yang telah diajarkan serta melakukan test pada akhir masa belajar. Hal ini juga harus dapat diantisipasi oleh web based distance learning.

Perpustakaan digital; Pada bagian ini, terdapat berbagai informasi kepustakaan, tidak terbatas pada buku tapi juga pada kepustakaan digital seperti suara, gambar dan sebagainya. Bagian ini bersifat sebagai penunjang dan berbentuk database.

Materi online diluar materi kuliah; Untuk menunjang perkuliahan, diperlukan juga bahan bacaan dari web lainnya. Karenanya pada bagian ini, dosen dan siswa dapat langsung terlibat untuk memberikan bahan lainnya untuk di publikasikan kepada mahasiswa lainnya melalui web.

Mewujudkan ide dan keinginan di atas dalam suatu bentuk realitas bukanlah suatu pekerjaan yang mudah tapi bila kita lihat ke negara lain yang telah lama mengembangkan web based distance learning, sudah banyak sekali institusi atau lembaga yang memanfaatkan metode ini. Bukan hanya skill yang dimiliki oleh para engineer yang diperlukan tapi juga berbagai kebijaksanaan dalam bidang pendidikan sangat mempengaruhi perkembangannya. Jika dilihat dari kesiapan sarana pendukung misalnya hardware, maka agaknya hal ini tidak perlu diragukan lagi. Hanya satu yang selalu menjadi perhatian utama pengguna internet di Indonesia yaitu masalah bandwidth, tentunya dengan bandwidth yang terbatas ini mengurangi kenyamanan khususnya pada non text based material. Di luar negeri, khususnya di negara maju, pendidikan jarak jauh telah merupakan alternatif pendidikan yang cukup digemari. Metoda pendidikan ini diikuti oleh para mahasiswa, karyawan, eksekutif, bahkan ibu rumah tangga dan orang lanjut usia (pensiunan). Beberapa tahun yang lalu pertukaran materi dilakukan dengan surat menyurat, atau dilengkapi dengan materi audio dan video. Saat ini hampir seluruh program distance learning di Amerika, Australia dan Eropa dapat juga diakses melalui internet. Studi yang dilakukan oleh Amerika, sangat mendukung dikembangkannya e-learning, menyatakan bahwa computer based learning sangat efektif, memungkinkan 30% pendidikan lebih baik, 40% waktu lebih singkat, dan 30% biaya lebih murah. Bank Dunia (World bank) pada tahun 1997 telah mengumumkan program Global Distance Learning Network (GDLN) yang memiliki mitra sebanyak 80 negara di dunia. Melalui GDLN ini maka World Bank dapat memberikan e-learning kepada mahasiswa 5 kali lebih banyak (dari 30 menjadi 150 mahasiswa) dengan biaya 31% lebih murah.

Dalam era global, penawaran beasiswa muncul di internet. Bagi sebagian besar mahasiswa di dunia, uang kuliah untuk memperoleh pendidikan yang terbaik umumnya masih dirasakan mahal. Amat disayangkan apabila ada mahasiswa yang pandai di kelasnya tidak dapat meneruskan sekolah hanya karena tidak mampu membayar uang kuliah. Informasi beasiswa merupakan kunci keberhasilan dapat menolong mahasiswa yang berpotensi tersebut.

Dalam Bidang Pemerintahan (e-government)

E-government mengacu pada penggunaan teknologi informasi oleh pemerintahan, seperti menggunakan intranet dan internet, yang mempunyai kemampuan menghubungkan keperluan penduduk, bisnis, dan kegiatan lainnya. Bisa merupakan suatu proses transaksi bisnis antara publik dengan pemerintah melalui sistem otomasi dan jaringan internet, lebih umum lagi dikenal sebagai world wide web. Pada intinya e-government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain. penggunaan teknologi informasi ini kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru seperti: G2C (Governmet to Citizen), G2B (Government to Business), dan G2G (Government to Government).

Manfaat e-government yang dapat dirasakan antara lain:

Pelayanan servis yang lebih baik kepada masyarakat. Informasi dapat disediakan 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, tanpa harus menunggu dibukanya kantor. Informasi dapat dicari dari kantor, rumah, tanpa harus secara fisik datang ke kantor pemerintahan.

Peningkatan hubungan antara pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat umum. Adanya keterbukaan (transparansi) maka diharapkan hubungan antara berbagai pihak menjadi lebih baik. Keterbukaan ini menghilangkan saling curiga dan kekesalan dari semua pihak.

Pemberdayaan masyarakat melalui informasi yang mudah diperoleh. Dengan adanya informasi yang mencukupi, masyarakat akan belajar untuk dapat menentukan pilihannya. Sebagai contoh, data-data tentang sekolah: jumlah kelas, daya tampung murid, passing grade, dan sebagainya, dapat ditampilkan secara online dan digunakan oleh orang tua untuk memilihkan sekolah yang pas untuk anaknya.

Pelaksanaan pemerintahan yang lebih efisien. Sebagai contoh, koordinasi pemerintahan dapat dilakukan melalui e-mail atau bahkan video conference. Bagi Indonesia yang luas areanya sangat besar, hal ini sangat membantu. Tanya jawab, koordinasi, diskusi antara pimpinan daerah dapat dilakukan tanpa kesemuanya harus berada pada lokasi fisik yang sama. Tidak lagi semua harus terbang ke Jakarta untuk pertemuan yang hanya berlangsung satu atau dua jam saja.

Tuntutan masyarakat akan pemerintahan yang baik sudah sangat mendesak untuk dilaksanakan oleh aparatur pemerintah. Salah satu solusi yang diperlukan adalah keterpaduan sistem penyelenggaraan pemerintah melalui jaringan sistem informasi on- line antar instansi pemerintah baik pusat dan daerah untuk mengakses seluruh data dan informasi terutama yang berhubungan dengan pelayanan publik. Dalam sektor pemerintah, perubahan lingkungan strategis dan kemajuan teknologi mendorong aparatur pemerintah untuk mengantisipasi paradigma baru dengan upaya peningkatan kinerja birokrasi serta perbaikan pelayanan menuju terwujudnya pemerintah yang baik (good govermance). Hal terpenting yang harus dicermati adalah sektor pemerintah merupakan pendorong serta fasilitator dalam keberhasilan berbagai kegiatan pembangunan, oleh karena itu keberhasilan pembangunan harus didukung oleh kecepatan arus data dan informasi antar instansi agar terjadi keterpaduan sistem antara pemerintah dengan pihak penggunan lainnya. Upaya percepatan penerapan e- Government, masih menemui kendala karena saat ini belum semua daerah menyelenggarakannya. Apalagi masih ada anggapan e-Government hanya membuat web site saja sosialisasinya tidak terlaksana dengan optimal. Namun berdasarkan Inpres, pembangunan sistem informasi pemerintahan terpadu ini akan terealisasi sampai tahun 2005 mendatang. Kendati demikian yang terpenting adalah menghapus opini salah yang menganggap penerapan e-Government ini sebagai sebuah proyek, padahal merupakan sebuah sistem yang akan memadukan subsistem yang tersebar di seluruh daerah dan departemen.

Keunggulan Kompetitif Dalam Konsep E-Business
Dalam mengimplementasikan konsep e-business, terlihat jelas bahwa meraih keunggulan kompetitif (competitive advantage) jauh lebih mudah dibandingkan mempertahankannya. Secara teoritis hal tersebut dapat dijelaskan karena adanya karakteristik sebagai berikut:
• Pada level operasional, yang terjadi dalam e-business adalah restrukturisasi dan redistribusi dari bit-bit digital (digital management), sehingga mudah sekali bagi perusahaan untuk meniru model bisnis dari perusahaan lain yang telah sukses;
• Berbeda dengan bisnis konvensional dimana biasanya sebuah kantor beroperasi 8 jam sehari, di dalam e-business (internet), perusahaan harus mampu melayani pelanggan selama 7 hari seminggu dan 24 jam sehari, karena jika tidak maka dengan mudah kompetitor akan mudah menyaingi perusahaan terkait;
• Berjuta-juta individu (pelanggan) dapat berinteraksi dengan berjuta-juta perusahaan yang terkoneksi di internet, sehingga sangat mudah bagi mereka untuk pindah-pindah perusahaan dengan biaya yang sangat murah (rendahnya switching cost);
• Fenomena jejaring (internetworking) memaksa perusahaan untuk bekerja sama dengan berbagai mitra bisnis untuk dapat menawarkan produk atau jasa secara kompetitif, sehingga kontrol kualitas, harga, dan kecepatan penciptaan sebuah produk atau jasa kerap sangat ditentukan oleh faktor-faktor luar yang tidak berada di dalam kontrol perusahaan; dan
• Mekanisme perdagangan terbuka dan pasar bebas (serta teori perfect competition) secara tidak langsung telah terjadi di dunia internet, sehingga seluruh dampak atau dalil-dalil sehubungan dengan kondisi market semacam itu berlaku terjadi di dunia maya.
Melihat kenyataan di atas, perusahaan harus memiliki kriteria-kriteria (critical success factors) dan ukuran-ukuran (performance indicators) yang dapat dijadikan sebagai barometer sukses tidaknya perusahaan dalam memiliki dan mempertahankan keunggulun kompetitif tertentu. Beberapa teori keunggulan kompetitif di dunia maya menganjurkan agar paling tidak 7 (tujuh) aspek harus menjadi perhatian dari sebuah perusahaan, yaitu masing-masing:
1. Customer Service
2. Price
3. Quality
4. Fulfillment Time
5. Agility
6. Time to Market
7. Market Reach
Kondisi ketujuh aspek tersebut akan sangat menentukan posisi perusahaan di dalam kancah persaingan di dunia maya.

ERA TEKNOLOGI INFORMASI
Kemajuan teknologi digital yang dipadu dengan telekomunikasi telah membawa komputer memasuki masa-masa “revolusi”-nya. Di awal tahun 1970-an, teknologi PC atau Personal Computer mulai diperkenalkan sebagai alternatif pengganti mini computer. Dengan seperangkat komputer yang dapat ditaruh di meja kerja (desktop), seorang manajer atau teknisi dapat memperoleh data atau informasi yang telah diolah oleh komputer (dengan kecepatan yang hampir sama dengan kecepatan mini computer, bahkan mainframe). Kegunaan komputer di perusahaan tidak hanya untuk meningkatkan efisiensi, namun lebih jauh untuk mendukung terjadinya proses kerja yang lebih efektif. Tidak seperti halnya pada era komputerisasi dimana komputer hanya menjadi “milik pribadi” Divisi EDP (Electronic Data Processing) perusahaan, di era kedua ini setiap individu di organisasi dapat memanfaatkan kecanggihan komputer, seperti untuk mengolah database, spreadsheet, maupun data processing (end-user computing). Pemakaian komputer di kalangan perusahaan semakin marak, terutama didukung dengan alam kompetisi yang telah berubah dari monompoli menjadi pasar bebas. Secara tidak langsung, perusahaan yang telah memanfaatkan teknologi komputer sangat efisien dan efektif dibandingkan perusahaan yang sebagian prosesnya masih dikelola secara manual. Pada era inilah komputer memasuki babak barunya, yaitu sebagai suatu fasilitas yang dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan, terutama yang bergerak di bidang pelayanan atau jasa.

Sumber: James Cash et.al., 1992.Era Sistem Informasi
Teori-teori manajemen organisasi modern secara intensif mulai diperkenalkan di awal tahun 1980-an. Salah satu teori yang paling banyak dipelajari dan diterapkan adalah mengenai manajemen perubahan (change management). Hampir di semua kerangka teori manajemen perubahan ditekankan pentingnya teknologi informasi sebagai salah satu komponen utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan yang ingin menang dalam persaingan bisnis. Tidak seperti pada kedua era sebelumnya yang lebih menekankan pada unsur teknologi, pada era manajemen perubahan ini yang lebih ditekankan adalah sistem informasi, dimana komputer dan teknologi informasi merupakan komponen dari sistem tersebut. Kunci dari keberhasilan perusahaan di era tahun 1980-an ini adalah penciptaan dan penguasaan informasi secara cepat dan akurat. Informasi di dalam perusahaan dianalogikan sebagai darah dalam peredaran darah manusia yang harus selalu mengalir dengan teratur, cepat, terus-menerus, ke tempat-tempat yang membutuhkannya (strategis). Ditekankan oleh beberapa ahli manajemen, bahwa perusahaan yang menguasai informasilah yang memiliki keunggulan kompetitif di dalam lingkungan makro “regulated free market”. Di dalam periode ini, perubahan secara filosofis dari perusahaan tradisional ke perusahaan modern terletak pada bagaimana manajemen melihat kunci kinerja perusahaan. Organisasi tradisional melihat struktur perusahaan sebagai kunci utama pengukuran kinerja, sehingga semuanya diukur secara hirarkis berdasarkan divisi-divisi atau departemen. Dalam teori organisasi modern, dimana persaingan bebas telah menyebabkan customers harus pandai-pandai memilih produk yang beragam di pasaran, proses penciptaan produk atau pelayanan (pemberian jasa) kepada pelanggan merupakan kunci utama kinerja perusahaan. Keadaan ini sering diasosiasikan dengan istilah-istilah manajemen seperti “market driven” atau “customer base company” yang pada intinya sama, yaitu kinerja perusahaan akan dinilai dari kepuasan para pelanggannya. Sangat jelas dalam format kompetisi yang baru ini, peranan komputer dan teknologi informasi, yang digabungkan dengan komponen lain seperti proses, prosedur, struktur organisasi, SDM, budaya perusahaan, manajemen, dan komponen terkait lainnya, dalam membentuk sistem informasi yang baik, merupakan salah satu kunci keberhasilan perusahaan secara strategis.

Sumber: James Cash et.al., 1992.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa kepuasan pelanggan terletak pada kualitas pelayanan. Pada dasarnya, seorang pelanggan dalam memilih produk atau jasa yang dibutuhkannya, akan mencari perusahaan yang menjual produk atau jasa tersebut: cheaper (lebih murah), better (lebih baik), dan faster (lebih cepat). Di sinilah peranan sistem informasi sebagai komponen utama dalam memberikan keunggulan kompetitif perusahaan. Oleh karena itu, kunci dari kinerja perusahaan adalah pada proses yang terjadi baik di dalam perusahaan (back office) maupun yang langsung bersinggungan dengan pelanggan (front office). Dengan memfokuskan diri pada penciptaan proses (business process) yang efisien, efektif, dan terkontrol dengan baiklah sebuah perusahaan akan memiliki kinerja yang handal. Tidak heran bahwa di era tahun 1980-an sampai dengan awal tahun 1990-an terlihat banyak sekali perusahaan yang melakukan BPR (Business Process Reengineering), re-strukturisasi, implementasi ISO-9000, implementasi TQM, instalasi dan pemakaian sistem informasi korporat (SAP, Oracle, BAAN), dan lain sebagainya. Utilisasi teknologi informasi terlihat sangat mendominasi dalam setiap program manajemen perubahan yang dilakukan perusahaan-perusahaan.
ERA GLOBALISASI INFORMASI
Belum banyak buku yang secara eksplisit memasukkan era terakhir ini ke dalam sejarah evolusi teknologi informasi. Fenomena yang terlihat adalah bahwa sejak pertengahan tahun 1980-an, perkembangan di bidang teknologi informasi (komputer dan telekomunikasi) sedemikian pesatnya, sehingga kalau digambarkan secara grafis, kemajuan yang terjadi terlihat secara eksponensial. Ketika sebuah seminar internasional mengenai internet diselenggarakan di San Fransisco pada tahun 1996, para praktisi teknologi informasi yang dahulu bekerja sama dalam penelitian untuk memperkenalkan internet ke dunia industri pun secara jujur mengaku bahwa mereka tidak pernah menduga perkembangan internet akan menjadi seperti ini. Ibaratnya mereka melihat bahwa yang ditanam adalah benih pohon ajaib, yang tiba-tiba membelah diri menjadi pohon raksasa yang tinggi menjulang. Sulit untuk ditemukan teori yang dapat menjelaskan semua fenomena yang terjadi sejak awal tahun 1990-an ini, namun fakta yang terjadi dapat disimpulkan sebagai berikut:
Tidak ada yang dapat menahan lajunya perkembangan teknologi informasi. Keberadaannya telah menghilangkan garis-garis batas antar negara dalam hal flow of information. Tidak ada negara yang mampu untuk mencegah mengalirnya informasi dari atau ke luar negara lain, karena batasan antara negara tidak dikenal dalam virtual world of computer. Penerapan teknologi seperti LAN, WAN, GlobalNet, Intranet, Internet, Ekstranet, semakin hari semakin merata dan membudaya di masyarakat. Terbukti sangat sulit untuk menentukan perangkat hukum yang sesuai dan terbukti efektif untuk menangkal segala hal yang berhubungan dengan penciptaan dan aliran informasi. Perusahaan-perusahaan pun sudah tidak terikat pada batasan fisik lagi. Melalui virtual world of computer, seseorang dapat mencari pelanggan di seluruh lapisan masyarakat dunia yang terhubung dengan jaringan internet. Sulit untuk dihitung besarnya uang atau investasi yang mengalir bebas melalui jaringan internet. Transaksi-transaksi perdagangan dapat dengan mudah dilakukan di cyberspace melalui electronic transaction dengan mempergunakan electronic money. Tidak jarang perusahaan yang akhirnya harus mendefinisikan kembali visi dan misi bisnisnya, terutama yang bergelut di bidang pemberian jasa. Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan perangkat canggih teknologi informasi telah merubah mindset manajemen perusahaan sehingga tidak jarang terjadi perusahaan yang banting stir menggeluti bidang lain. Bagi negara dunia ketiga atau yang sedang berkembang, dilema mengenai pemanfaatan teknologi informasi amat terasa. Di suatu sisi banyak perusahaan yang belum siap karena struktur budaya atau SDM-nya, sementara di pihak lain investasi besar harus dikeluarkan untuk membeli perangkat teknologi informasi. Tidak memiliki teknologi informasi, berarti tidak dapat bersaing dengan perusahaan multi nasional lainnya, alias harus gulung tikar.

Sumber: James Cash et.al., 1992.
Hal terakhir yang paling memusingkan kepala manajemen adalah kenyataan bahwa lingkungan bisnis yang ada pada saat ini sedemikian seringnya berubah dan dinamis. Perubahan yang terjadi tidak hanya sebagai dampak kompetisi yang sedemikian ketat, namun karena adanya faktor-faktor external lain seperti politik (demokrasi), ekonomi (krisis), sosial budaya (reformasi), yang secara tidak langsung menghasilkan kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan baru yang harus ditaati perusahaan. Secara operasional, tentu saja fenomena ini sangat menyulitkan para praktisi teknologi informasi dalam menyusun sistemnya. Tidak jarang di tengah-tengah konstruksi sistem informasi, terjadi perubahan kebutuhan sehingga harus diadakan analisa ulang terhadap sistem yang akan dibangun. Dengan mencermati keadaan ini, jelas terlihat kebutuhan baru akan teknologi informasi yang cocok untuk perusahaan, yaitu teknologi yang mampu adaptif terhadap perubahan. Para praktisi negara maju menjawab tantangan ini dengan menghasilkan produk-produk aplikasi yang berbasis objek, seperti OOP (Object Oriented Programming), OODBMS (Object Oriented Database Management System), Object Technology, Distributed Object, dan lain sebagainya.
PERUBAHAN POLA PIKIR SEBAGAI SYARAT
Dari keempat era di atas, terlihat bagaimana alam kompetisi dan kemajuan teknologi informasi sejak dipergunakannya komputer dalam industri hingga saat ini terkait erat satu dan lainnya. Memasuki abad informasi berarti memasuki dunia dengan teknologi baru, teknologi informasi. Mempergunakan teknologi informasi seoptimum mungkin berarti harus merubah mindset. Merubah mindset merupakan hal yang teramat sulit untuk dilakukan, karena pada dasarnya “people do not like to change”. Kalau pada saat ini dunia maju dan negara-negara tetangga Indonesia sudah memiliki komitmen khusus untuk mengambil bagian dalam penciptaan komponen-komponen sistem informasi, bagaimana dengan Indonesia? Masih ingin menjadi negara konsumen? Atau sudah mampu menjadi negara produsen? Paling tidak, hal yang harus ada terlebih dahulu di setiap manusia Indonesia adalah kemauan untuk berubah. Tanpa “willingness to change”, sangat mustahillah bangsa Indonesia dapat memanfaatkan teknologi informasi untuk membangun kembali bangsa yang hancur ditelan krisis saat ini.

Rekayasa ulang proses bisnis
From Wikipedia, the free encyclopedia Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Business process reengineering (BPR) is, in computer science and management , an approach aiming at improvements by means of elevating efficiency and effectiveness of the business process that exist within and across organizations. Rekayasa ulang proses bisnis (BPR) adalah, dalam ilmu komputer dan manajemen, suatu pendekatan yang bertujuan perbaikan dengan cara menaikkan efisiensi dan efektivitas dari proses bisnis yang ada di dalam dan di seluruh organisasi. The key to BPR is for organizations to look at their business processes from a “clean slate” perspective and determine how they can best construct these processes to improve how they conduct business. Kunci untuk BPR bagi organisasi untuk melihat proses bisnis mereka dari yang “bersih” perspektif dan menentukan bagaimana mereka dapat membuat proses-proses ini yang terbaik untuk meningkatkan cara mereka menjalankan bisnis.

Business Process Reengineering Cycle. Business Process Reengineering Siklus.
Business process reengineering is also known as BPR, Business Process Redesign, Business Transformation, or Business Process Change Management. Rekayasa ulang proses bisnis juga dikenal sebagai BPR, Business Process Redesign, Business Transformation, atau Business Process Change Management. Reengineering is a fundamental rethinking and radical redesign of business processes to achieve dramatic improvements in cost, quality, speed, and service. Reengineering adalah pemikiran ulang yang fundamental dan radikal desain ulang proses bisnis untuk mencapai perbaikan dramatis dalam biaya, kualitas, kecepatan, dan pelayanan. BPR combines a strategy of promoting business innovation with a strategy of making major improvements to business processes so that a company can become a much stronger and more successful competitor in the marketplace. BPR menggabungkan strategi untuk mempromosikan inovasi bisnis dengan strategi membuat perbaikan besar untuk proses bisnis sehingga perusahaan dapat menjadi jauh lebih kuat dan lebih sukses pesaing di pasar.
The main proponents of reengineering were Michael Hammer and James A. Champy . Pendukung utama rekayasa ulang adalah Michael Hammer dan James A. Champy. In a series of books including Reengineering the Corporation , Reengineering Management , and The Agenda , they argue that far too much time is wasted passing-on tasks from one department to another. Dalam serangkaian buku termasuk Reengineering the Corporation, Reengineering Management, dan The Agenda, mereka berpendapat bahwa terlalu banyak waktu yang terbuang lewat-on tugas dari satu departemen yang lain. They claim that it is far more efficient to appoint a team who are responsible for all the tasks in the process. Mereka mengklaim bahwa hal itu jauh lebih efisien untuk menunjuk sebuah tim yang bertanggung jawab untuk semua tugas-tugas dalam proses. In The Agenda they extend the argument to include suppliers, distributors, and other business partners. Dalam The Agenda mereka memperpanjang argumen untuk menyertakan pemasok, distributor, dan mitra bisnis lainnya.
Re-engineering is the basis for many recent developments in management. Re-engineering merupakan dasar bagi banyak perkembangan baru dalam manajemen. The cross-functional team , for example, has become popular because of the desire to re-engineer separate functional tasks into complete cross-functional processes. Para tim lintas-fungsi, misalnya, telah menjadi populer karena keinginan untuk kembali insinyur terpisah ke dalam menyelesaikan tugas-tugas fungsional lintas proses fungsional. Also, many recent management information systems developments aim to integrate a wide number of business functions. Enterprise resource planning , supply chain management , knowledge management systems, groupware and collaborative systems , Human Resource Management Systems and customer relationship management systems all owe a debt to re-engineering theory. Selain itu, banyak baru-baru ini sistem informasi manajemen perkembangan bertujuan untuk mengintegrasikan berbagai fungsi bisnis sejumlah. Enterprise Resource Planning, manajemen rantai suplai, manajemen pengetahuan sistem, groupware dan sistem kolaboratif, Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia dan manajemen hubungan pelanggan sistem semua berutang kembali -teori rekayasa.
• Menciptakan Virtual Company
BERSAING DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI INFORMASI
SECTION I : DASAR-DASAR KEUNGGULAN STRATEGI
Sistem informasi (SI) dipandang bukan sekedar sebagai pendukung bagi operasi bisnis yang efisien dan pengambilan keputusan bisnis yang efektif. Teknologi informasi dapat mengubah cara persaingan dalam bisnis. Oleh karenanya SI memiliki peran strategis dalam menentukan strategi bersaing untuk membentuk keunggulan kompetitif, mengurangi faktor-faktor yang mereduksi keunggulan kompetitif, dan mencapai tujuan-tujuan strategis lain perusahaan dalam lingkungan bisnis yang dinamis sekarang ini.
Perusahaan hanya akan bertahan sukses dalam jangka panjang apabila berhasil membangun strategi untuk menghadapi 5 tekanan persaingan (competitive forces) yaitu:
persaingan dengan kompetitor yang sudah ada dalam industri
ancaman masuknya pendatang barang ke dalam industri
ancaman produk pengganti
posisi tawar (bargaining power) konsumen
posisi tawar (bargaining power) pemasok

Strategi dasar untuk menghadapi tekanan persaingan tersebut adalah:
Strategi Cost Leadership, dengan cara:
a. Menjadi Produsen dengan biaya rendah
b. Membantu pemasok dan kosumen mengurangi biaya
c. Meningkatkan biaya (cost) yang dikeluarkan kompetitor
Strategi Differensiasi, dengan cara:
a. Mengembangkan cara men-diferensiasi produk perusahaan dari kompetitor
b. Dapat memfokuskan pada ceruk pasar (niche of market) atau segmen tertentu
Strategi Inovasi
Menemukan cara baru dalam berbisnis, dengan:
• Produk atau jasa yang unik
• Pasar yang unik
• Perubahan radikal pada proses bisnis untuk mengubah struktur fundamental industri, sebagai contoh adalah Amazon menggunakan jasa sistem online secara penuh
Strategi Pertumbuhan, dengan cara:
a. Ekspansi kapasitas produksi
b. Ekspansi ke pasar global
c. Diversikasi produk atau jasa baru
Sebagai contoh adalah Wal-Mart menggunakan global satellite tracking untuk pemesanan barang
Strategi Aliansi
Membangun ikatan dan aliansi dengan konsumen, pemasok, kompetitor, konsultan dan perusahaan lain misalnya dengan merger, akuisisi, KSO (joint ventures), perusahaan maya
Contoh: Wal-Mart memakai otomasi pengisian persediaan oleh pemasok secara otomatis

Penggunaan Teknologi Informasi dalam strategi dasar
Sumber: Introduction to Information System, O’brien/Marakas

Strategi Bersaing Lainnya
Strategi lain disamping strategi dasar yang dapat diterapkan adalah:
1. Lock in customers and suppliers, mengunci konsumen dan pemasok yang juga mengunci masuknya kompetitor. Hal ini dilakukan dengan cara menciptakan hubungan baru yang sangat bernilai, yang akan mencegah berpindah ke kompetitor. SI yang digunakan menimbulkan switching costs jika berpindah ke kompetitor. Konsumen dan pemasok dibuat tergantung pada SI yang iovatif.
Barriers to entry, TI yang memperbaiki operasi dan meningkatkan inovasi menciptakan penghalang bagi kompetitor. Sehingga kompetitor akan enggan untuk masuk ke pasar atau mengharuskan investasi yang besar dalam TI untuk mampu bersaing.

Membangun bisnis dengan customer-focused
Perusahaan yang dapat membangun bisnis yang berfokus pada customer adalah bagaimana dia dapat :
– Mempertahankan agar customers loyal
– Dapat mengantsisipasi kebutuhan masa yang kan datang
– Mampu merespon kekhawatiran customer
– Menyediakan pelayanan yang berkualitas tinggi kepada customer
Perusahaan-perusahaan yang mempunyai fokus pada customer value, mengakui bahwa kualitas adalah segala-galanya bukan pada harga. Perusahaan yang secara konsisten mampu menyediakan kualitas yang terbaik akan memberikan competitive value bagi customernya.
Bagaimana perusahaan agar dapat menyediakan customer value :
• Mampu menelusuri preferensi dari pelanggan
• Mengikuti trend pasar
• Dapat menyediakan produk dan service kapan saja dan dimana saja;
• Mampun menyediakan pelayanan kepada customer sesuai dengan yang diinginkan
• Memanfaatkan Customer Relationship Management (CRM) systems untuk dapat focus kepada customer

Value Chain dan Strategi Information System
Salah satu teori yang dikembangkan oleh Michael Porter adalah teori value chain. Teori ini menggambarkan bahwa sebuah perusahaan adalah suatu rangkaian bentuk aktivitas dasar yang mempunyai fungsi menambah value bagi produk dan jasa yang dihasilkan. Akitivitas yang dilakukan oleh perusahaan terdiri dari
– Primary processes, yaitu suatu aktivitas proses yang berhubungan langsung dengan proses manufaktur atau penyediaan produk.
– Support processes, yaitu aktivitas proses yang dari waktu ke waktu memberikan dukungan terhadap perusahaan dan secara tidak langsung memberikan kontribusi kepada produk dan jasa yang dihasilkan.
Konsep value chain digambarkan sebagai berikut :

Dengan mengaplikasikan value chain dalam maka perusahaan dapat ikut serta dalam strategi kompetitif untuk memberikan nilai yang terbaik pada produk atau jasa yang dihasilkan.

SECTION II : PENGGUNAAN TI UNTUK KEUNGGULAN STRATEGIS
Banyak cara yang dilakukan oleh perusahaan dalam penggunaan teknologi informasi. Banyak perusahaan memanfaatkan teknologi informasi sebagai keunggulan kompeititif yang membedakan dengan perusahaan lainnya dalam satu pasar.

Salah satu dari implementasi yang sangat penting dari strategi kompetitif adalah bussiness process reenginerring (BPR), yaitu suatu proses melakukan pemikiran ulang yang mendasar dan desain kembali secara radikal dalam proses bisnis untuk menghasilkan perubahan yang luar biasa pada cost, kecepatan, kualitas dan pelayanan. Apabila implementasi dari BPR ini berhasil maka yang akan didapat adalah sesuatu yang luar bisa pula, namun apabila sebaliknya maka akan mengandung resiko kegagalan yang berakibat pada cost yang besar pula.

BPR berbeda dengan business improvement, perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel di atas.
Teknologi informasi mempunyai peranan yang sangat besar dalam reenginerring perusahaan. Kecepatan, kapabilitas proses informasi dan koneksivitas dengan komputer dan teknologi internet dapat menjadi unsur untuk meningkatkan efisisensi proses bisnis seperti halnya komunikasi dan kolaborasi dari pihak-pihak yang bertanggungjawab dari operasionalisasi perusahaan.

Menjadi perusahaan yang tangkas/gesit (agile)
Agility dalam sebuah kinerja bisnis dapat diartikan sebagai keberhasilan perusahaan dalam mengahadapi perubahan yang sangat cepat, dan pasar global yang semakin terpisah pisah sesuai dengan tuntutan akan kualitas tinggi, kinerja baik dan semakin personal sesuai keinginan konsumen
Agile Company memperoleh penghasilan dengan strategi nemtang produk yang lebar, daur hidup produk yang pendek, dan melakukan mass customization dengan cara memproduksi barang dengan jenis sedikit, namn dalam jumlah yang banyak.
Perusahaan amat bergantung dengan teknologi internet untuk mengintegrasikan dan mengatur proses bisnis dalam menyediakan kekuatan pengolahan data massal konsumen selayaknya data individu
Untuk mewujudkan Agile company,ada 4 strategy dasar yang harus dilaksanakan:
• Konsumen harus mengetahui bahwa produk perusahaan adalah solusi individu atas maalah yang dihadapi, sehingga harga produk dapat ditetapkan dengan basis nilai (value) sebagai sebuah solusi, dibandingkan dengan harga produksi semata
• Bekerjasama dengan konsumen, suplier dan kompetitor agar dapat menyediakan produk di pasar dengan segera dan biaya seefektif mungkin
• Mengatur perusahaan sehingga dapat berkembang pesat dalam keadaanyang selalu berubah dan diliputi ketidakpastian. Cara yang dilakukan dengan menerapkan struktur organisasi fleksibel yang mengacu pada kesempatan di pasar
• Melipatgandakan dampak dari sdm dan pengetahuan yang dimiliki

Menciptakan perusahaan virtual (VC-Virtual Company)
VC adalah perusahaan yang menggunakan teknologi informasi untuk menghubungkan manusia, organisasi, aset dan gagasan/pikiran.
VC menciptakan jaringan informasi melaui jaringan internet, intranet dan ekstranet. Juga menciptakan Interenterprise information systems dengan pemasok, konsumen, subkontraktor dan supplier.
Strategi VC
A company facing a new market opportunity might not have the time or resources to develop the manufacturing and distribution infrastructures, the competencies or the IT needed. By forming a virtual company with an alliance with others it can quickly provide the solution needed
Starategi yang diterapkan:
• Berbagi infrastruktur dan resiko dengan persekutuan
• Menghubungkan kompetensi inti yang saling berhubungan
• Meningkatkan efisiensi waktu & kas melalui sharing
• Meningkatkan fasilitas dan cakupan pasar
• Memperoleh akses kepada pasar baru dan share market atau loyalitas konsumen
• Beralih dari sekedar menjual produk menjadi menjual solusi

Membangun Knowledge Creating Company
Untuk memiliki keunggulan kompetitif yang berkelanjutan, perusahaan harus menjadi Knowledge Creating Companies / learning organization.
Karakteristik :
Secara konsisten menciptakan new business knowledge
Menyebarkannya keseluruh bagian perusahaan
Mengaplikasikan pengetahuan tersebut kedalam produk atau jasa yang dihasilkan.
Ada 2 macam knowledge yang dikembangkan perusahaan:
Explicit knowledge: data, dokumen, dan seluruh hal yang tertulis atau yang tersimpan didalam komputer
Tacit knowledge: “how-to” knowledge yang ada dalam pikiran masing masing pekerja
Tacit Knowledge seringkali menggambarkan informasi terpenting dari sebuah organisasi, namun tidak tercatat secara tertulis tetapi berada didalam akal/pikiran masing masing karyawan. Learning organization menciptakan system yang memungkinkan Tacit knowledge dapat diakses seluruh karyawan.
Dari diagram diatas, dijelaskan bahwa knowledge management yang sukses, menciptakan teknik, teknologi, sistem dan reward/insentif yang mendorong karyawan untuk membagikan pengetahuan yang dimiliki sehingga secara akumulasi meningkatkan workplace and enterprise knowledge. Perusahaan membangun Knowledge Management System (KMS) untuk mengelola pembelajaran organisasi dan bisnis. Tujuan dari KMS: Menciptakan sistem yang memfasilitasi karyawan untuk menciptakan, mengelola secara sistematis dan membuat knowledge tersedia kapanpun dan dimanapun dibutuhkan didalam organisasi. Dalam informasi ini termasuk proses, prosedur, paten, referensi kerja, dan formula, best practise, peramalan dan kepastian. KMS didesain untuk menyediakan imbal balik/feedback secara cepat kepada karyawan, mendorong perubahan perilaku, dan perubahan kinerja bisnis secara signifikan. Knowledge yang ada akan diimplementasikan dalam proses bisnis, produk dan jasa yang dihasilkan. Integrasi ini menjadikan perusahaan menjadi lebih innoovative dan agile dalam menyediakan produk dan layanan pelanggan berkualitas.

Manajemen Pengetahuan (knowledge management)
Pada tahun 1992, Bruce Kogut dan Udo Zander memperkenalkan kontribusi pemikirannya yang memperkuat pemikiran Michael Polanyi (1966) tentang pengetahuan sebagai sumberdaya organisasi yang paling menentukan kinerja organisasi. Polanyi (1966) membagi pengetahuan menjadi implicit (yang terdapat pada manual, sistem dan prosedur dan sejenisnya) dan tacit (yang terdapat pada pengalaman dan pengetahuan yang tidak tertulis lainnya). Menurutnya, ada dimensi yang tidak tertulis di dalam sistem dan prosedur perusahaan yang melekat pada setiap individu di dalam perusahaan. Kogut dan Zander (1992) menerjemahkan perlunya proses pembelajaran yang mengintegrasikan pembelajaran internal dan eksternal kedalam sebuah konsep kapabilitas yang dikenal dengan combinative capabilities. Keduanya membedakan pengetahuan dari sisi informasi dan know-how.

Pemikiran Kogut dan Zander tersebut intinya menyatakan bahwa perubahan kondisi pasar harus dihadapi organisasi dengan menjalankan pengelolaan teknologi yang berbasis prinsip manajemen pengetahuan, baik yang berupa informasi maupun know-how, dimana pengetahuan menjadi sumberdaya yang menentukan keunggulan perusahaan. Pemikiran ini selanjutnya diperkuat oleh Senge (1990), Nonaka dan Takeuchi (1995) dan lain-lain. Oleh karena itu, pengetahuan baru harus dikembangkan terus menerus agar perusahaan mampu menciptakan keunggulan kompetitif pada lingkungan usaha masing-masing.

Meskipun resource-based view (RBV) telah berkembang tersendiri, sebagian peneliti berpandangan bahwa manajemen pengetahuan ini merupakan pengembangan dari RBV (Teece et al., 1997) yang merupakan perluasan dari kekuatan sumberdaya yang memiliki keunggulan penguasaan sumberdaya, diantaranya sumberdaya pengetahuan. Menurut Nonaka dan Takeuchi (1995), manajemen pengetahuan didefinisikan sebagai: “proses penciptaan pengetahuan, teknologi dan sistem baru secara kontinyu, penyebaran secara luas melalui organisasi dan mewujudkannya dalam bentuk produk atau jasa baru dengan cepat, serta membuat perubahan dalam organisasi”.

Penulis mencatat bahwa Nonaka dan Takeuchi (1995) memperkuat pandangan Polanyi (1966) dan Kogut dan Zander (1992) yang menyatakan bahwa pengetahuan dibagi menjadi dua yaitu:
(i) pengetahuan eksplisit (explicit knowledge), diekspresikan dalam bentuk kata-kata, nomor, bunyi, data, rumus, visual, audio visual, spesisfikasi produk, atau bentuk manual. Pengetahuan ini dapat ditransfer secara formal dan sistematis kepada individu dan kelompok; dan
(ii) pengetahuan implisit (tacit knowledge), tidak mudah dilihat dan diekspresikan. Tacit knowledge cenderung lebih bersifat personal, sulit untuk diformalkan, sulit untuk dikomunikasikan atau disebarkan kepada yang lain. Intuisi subyektif dan firasat merupakan bentuk tacit knowledge. Pengetahuan ini merupakan pengetahuan mendasar dalam diri seseorang seperti cita-cita, nilai atau emosi.

Suatu organisasi membuat dan menggunakan pengetahuan dengan mengkonversi pengetahuan implisit menjadi eksplisit dan begitu sebaliknya. Selanjutnya Takeuchi and Nonaka (2004) mengidentifikasi empat gaya konversi pengetahuan, yaitu: (i) socialization (sosialisasi) dari tacit menjadi tacit. Merupakan pembuatan dan penyebaran tacit knowledge melalui pengalaman langsung, dari individu ke individu; (ii) externalization (eksternalisasi) dari tacit menjadi eksplisit. Merupakan artikulasi tacit knowledge melalui dialog dan refleksi, yaitu dari individu ke kelompok; (iii) combination (kombinasi) dari eksplisit ke eksplisit. Merupakan sistematika dan aplikasi pengetahuan eksplisit dan informasi, dari kelompok ke organisasi; dan (iv) internalization (internalisasi), dari eksplisit menjadi tacit, mempelajari dan memenuhi praktek tacit knowledge yang baru, dari organisasi ke individu.

Perspektif manajemen pengetahuan inilah yang memperkuat pandangan RBV, dimana aset spesifik perusahaan yang berupa sumberdaya dan kapabilitas yang unik dan sulit ditiru sebagai basis keunggulan, memasukkan unsur pengetahuan sebagai sumberdaya spesifik yang terus-menerus dapat dikembangkan di dalam perusahaan, dan potensial menjadi sumber inspirasi perubahan yang terus menerus. Pengetahuan adalah sumber utama terjadinya proses inovasi terus-menerus (Drucker, 1998) dan penguatan kompetensi (Sanchez dan Heine, 2004). Telah teruji bahwa menciptakan lingkungan perusahaan yang responsif terhadap berbagai pengetahuan baru akan menciptakan kinerja perusahaan yang lebih baik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar